Rabu, 23 Maret 2016



What rain drop are for ?

Malam dengarkanlah
Lelahnya hatiku
Remuknya jiwaku
Akan sampai kapankah?

Butiran air seakan menyapa
Gelisahnya hari
Keyakinan akan kepastian hidup
Dengan cinta sejatiNya

Dalam cahayaMu
Ku ingin dia tahu
Cerita penuh kebaikan
Menyapanya hangat
Menembus kegelapan
Kau kan terbangkit dari terpuruk itu

Dingin,
Maukah ceritakan padanya
Betapa ku ingin waktu tak sesingkat ini
Untuk melihat pelangi di matanya
Senyum penuh damai
Berhentilah sejenak saja
Ku ingin tuturkan
Dia pantas lebih teduh

Mungkin bila janjiku Kau terima
Doa yang mengubah semua
Tangis penuh pengharapan
Surga yang kekal

Ketulusan yang tersentuh
Kasih keabadian dalam diam
Janjiku padaNya
Ku kan selalu disampingmu

Adik kecilku selamanya
Jutaan senyum juga selalu ada untukmu
Katamu..
Seperti air di kaca..

March 22th 2016
08.00 PM

Kamis, 10 Maret 2016


We can always run to the sun
Perkenalkan namanya Elviyanti. Hari ini ia berumur 24 tahun, usia yang tak lagi muda bukan. Dia sahabat ku. Aku mengenalnya 22 tahun yang lalu. Kami adalah bunga yang mekar di kebun yang sama. Dia gadis paling bersemangat yang pernah ku kenal. Aku selalu bertanya-tanya, tak pernah habiskah stok energinya? Tapi karena keaktifannya inilah yang membuat ku betah berlama-lama dengannya.
Aku sangat bersyukur mengenalnya dalam hidupku. Dia segalanya bagiku. Dia bagai cahaya yang menerangi hidupku. Dia penyemangat hidupku. Ntah bagaimana aku harus berterima kasih atas semua kebaikannya. Kamu pantas dapat predikat sahabat terhebat!
Dulu saat kecil, dua malaikat itu mungkin menganggap kami kembar. Kami sering dihadiahkan baju kembar, aksesoris kembar, semua serba kembar, hanya warnanya yang dibedakan. Kalau aku dapat warna merah jambu, sahabatku ini dapat yang warna biru. Jika tidak ada yang kembar, maka motifnya yang kekembar-kembaran. Beranjak remaja, kami menemukan identitas masing. Sudah jarang kembar-kembaran. Kami sudah punya style sendiri.
Isn't it so funny the things people say?
Kami pun selalu diarahkan untuk sekolah di tempat yang sama. TK, SD dan SMP yang sama. Ketika SMA aku memilih sekolah ku sendiri. Tidak mau sama lagi. Begitupun kuliah, ditawarkan di tempat yang sama. Kali ini pendirian ku lebih kuat. Aku dengan kampus ku sendiri. Bukan tak suka selalu bersama, hanya aku punya passion ku sendiri.
Aku dan dia tumbuh jadi dua perempuan dengan sifat dan karakter yang berbeda. Aku jarang bicara, sedangkan dia paling suka mengobrol atau bercerita. Darimana pun dia pulang, dia selalu mengajak duduk sejenak hanya untuk mendengar kisah perjalanannya. Jauhnya perjalanannya tidak akan membuatnya langsung tertidur pulas, malah memilih bercerita panjang lebar. Dia enerjik sekali!
Jika dia sudah bercerita, tak akan dibiarkannya si pendengar mengabaikannya. Aku kadang dibuat pusing dengan tingkahnya yang satu ini. Sering ku mencoba cuek. Coba tebak apa yang dia lakukan. Satu, dua, tiga... ya tidak sampai pada hitungan kesepuluh, dia ikuti kemana pun aku beranjak pergi, lantas menarik lengan baju ku. Aku pun menyerah. Mari mendengarkannya sejenak.
You and me made the memories that never fade.
Dia juga tak kan pernah bosan menceritakan hal yang sama berulang-ulang kali. Ratusan kali pun. Sahabatku ini tak pernah kehabisan kata. Uniknya, tak ada yang bosan dengan ceritanya. Dia selalu punya cara untuk meyakinkan kami bahwa ceritanya super penting. Lebih penting daripada pidato presiden sekalipun!
Aku tak pernah meragukan kepintarannya. Toh sejak SD dia selalu berada di peringkat tiga besar, belum lagi juara olimpiade, cerdas-cermat, lomba pidato, baca puisi, karya tulis ilmiah, peserta jumbara nasional di Sumatera Selatan, KoorCab PMR Bireuen, dll. Ini baru rekornya di tingkat sekolah, belum lagi kala menjadi mahasiswa, IP sering 4.00, lulus S-1 dengan predikat pujian, Sekjen BEM, aktif di beberapa komunitas, aktif menulis, dll.. Yang jelas di mata ku, dia sahabat tercerdas.
Selain cerdas, dia juga pemberani. Dia selalu berani memulai melakukan hal-hal baru tanpa mempertimbangkan risikonya terlebih dahulu. Seorang diripun jadi. Tapi dia benar, kita harus berani menghadapi dunia yang tidak mengenal kompromi ini.
Kamu pejuang keras, sahabat. Aku mengerti setiap jatuh bangun mu. Katamu, “Aku ingin jadi orang hebat, Orang sukses itu berjuang keras. Sukses itu butuh pengorbanan besar.” Aku selalu terkagum-kagum dengan semangat muda mu. Impian sang pejuang sejati!
We are different kind, but we can do anything!
Kakak, begitu sering ku sapa. Semenjak dia memilih menuntut ilmu di rantau sana, kami jadi jarang bertemu. Tapi aku sudah terbiasa karena sejak sekolah menengah pertama dan atas dia sering berpergian jauh. Kala remaja pun dia punya jam terbang yang tinggi dengan segala aktifitas di Kepalang Merahan itu. Namun begitu, dia selalu bisa memeluk rindu. Saat dia pulang, dia selalu menyukseskan agenda reuni kami. Tidak ada jarak yang memisahkan kami. Karena kami terikat dengan cintaNya. No matter how less often we talk, I can always count on our friendship. Because I have a sister, I’ll always have a friend.
My dearest sister, wish you a very warm and happy birthday. You are not only the sweetnest sister but also a true friend. I feel blessed to have a sister like you. May you achieve and get all you ever wish for. And the wish to stay on the same boarding house on master degree. What country? 

With love from your youngest sister,
Lia

Jumat, 04 Maret 2016

Fotografer by Sarmila
            Rintik-rintik hujan turun menyentuh desa Gurukinayan, Karo, salah satu desa yang berjarak cukup dekat dengan gunung Sinabung, Sabtu,(18/10/2014). Saat itu Pukul 12.00 WIB, kabut tampak tebal menyelimuti sekitaran puncak sinabung.
            Beberapa laki-laki mengangkut pasir di daerah aliran sungai dengan lihai. Seorang kakek mengeruk setumpuk demi setumpuk pasir dengan alat yang terbuat dari bambu. Badannya yang  pendek dan kurus terus membungkuk tak kenal lelah.
             Laki-laki yang sudah tak berusia muda lagi itu adalah Regar (58). Ia kelahiran asli tanah Karo. Ia bermata pencaharian sebagai pengeruk pasir di aliran sungai yang berada di patokan dua seputaran gunung Sinabung. Ia masih memiliki istri yang usianya juga sudah senja sepertinya. Dari pernikahannya dengan istrinya tersebut ia dianugerahkan tiga anak.
            “Saya bekerja mengeruk pasir di aliran sungai ini hampir setiap hari. Pekerjaan ini saya geluti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama istri saya dan tiga anak”, Ungkapnya sambil sesekali mengelap keringat di keningnya.
            Dirincikannya, ia memiliki satu anak perempuan dan dua laki-laki. Mereka bertiga memutuskan merantau dan bekerja di luar tanah Karo. Anak sulung perempuannya yang masih SMA  memutuskan mengikuti saudaranya untuk dapat melanjutkan pendidikan. Dua anak laki-lakinya hanya memiliki pendapat pas-pasan untuk diri mereka masing-masing. Hal itulah yang membuat Regar tetap semangat mengeruk butiran pasir itu demi butiran beras di rumah sederhananya.
            “Anak-anak saya sudah merantau dan berdikari saja sudah membuat saya merasa sangat beruntung. Mereka telah menghilangkan sedikit beban saya. Sekarang, Istri adalah prioritas saya sehingga bekerja seperti ini dan mengirimkan sedikit kiriman bagi si bungsu yang masih sekolah”. Ungkapnya Bangga dengan logat Batak Karo yang kental.
            Regar juga mengungkapkan tidak akan pindah dari desa kelahirannya. Baginya apapun yang terjadi patut disyukuri dan ada hikmah di balik bencana erupsi Sinabung.
            “Saya masih kuat bertahan karena saya percaya dibalik musibah ini ada nilai-nilai untuk disyukuri. Tuhan pasti akan memerikan semua yang terbaik”, ujarnya tegas.



Abu Vulkanik Membawa Derita
            Sejak meletusnya gunung Sinabung pada Agustus 2014,  desa Gurukinayan yang dulunya bak permadani hijau telah diredupkan abu vulkanik. Bunga-bunga berkerut dan bersembunyi di balik butiran abu. Debu-debu bertebaran siap mengusik pernapasan siapapun di sekitarnya.
            “Desa saya ini dulunya sangat hijau dan udaranya segar. Tapi Erupsi Sinabung telah merengut semuanya dari kami”, Ungkapnya miris memandangi sekeliling.
            “Dulunya pasir di aliran sungai ini sangat banyak, tapi sekarang makin hari makin sedikit. Air sungainya mulai hangat dan kami pun harus antisipasi jika erupsi tiba-tiba terjadi”, Regar memperlihatkan pasir yang baru dikeruknya pada Suara Almuslim, Sabtu (18/10/2014).
            Hal senada juga disampaikan Beny, yang merupakan social worker dan anggota APPB di daerah Sinabung tersebut.
            “Gurukinayan dihuni oleh  260 Kepala Keluarga saat ini. Dulunya sampai ribuan, namun banyak yang memilih mengungsi sejak erupsi di Agustus lalu. Memang butuh usaha keras untuk bertahan di sini”, ungkapnya kepada Suara Almuslim, Sabtu (18/10/2014).
            “Dulu, sebagian besar penduduk di sini bermata pencaharian sebagai petani. Namun sekarang tidak memungkinkan lagi. Mereka sudah mengalami gagal panen beberapa kali setelah berusaha menanam di lahan bekas erupsi ini”, Ungkap laki-laki yang akrab dipanggil Bengbeng ini.
            “Regar adalah salah satu contoh betapa Sinabung membawa derita bagi penduduk pasca Erupsi. Mereka tidak memiliki kesempatan lain, selain tetap bertahan di gurukinayan. Bantuan yang diberikan pemerintah maupun relawan tak cukup mengangkat derita mereka. Harapan kita bersama adalah aktivitas sinabung kembali normal sehingga warga terbebas dari derita”, Ujarnya saat Suara Almuslim menceritakan kisah kakek Regar.

Feature Pena Persma 2014

Kamis, 03 Maret 2016



I can see you are sad
Even when you smile
I can see you cry
Even when you laugh
I can see you hurt
Even when you say  like nothing’s wrong
I can see you are tired
Even when you act like strong
I can see your pain
Even when you pretend like everything’s all right
Like its all perfect
You dont need medicine, but you need your bestfriend
Talking to me is the only therapy you need.
That’s why i am here and hug you.
That’s What friends are for
So, keep calm and be my best friend

Matangglumpangdua, 31 ‎Desember ‎2015
Pukul 15:59:20 WIB