Kali
ini, ingin saya tuliskan sepenggal pengalaman indah di memori saya. Saya tidak
ingin pengalaman saya ini hanya ada dipikiran dan foto-foto saja. Jika
dituliskan, sebuah tulisan akan menjadi lebih abadi karena khasanah tulis
menulis itu kekal.
Salam
Pers Mahasiswa!
Salam
ini selalu berhasil membuat darahku terasa mengalir lebih hangat. Semua anggota
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) se-Indonesia pasti merasakan hal yang sama. Kali
ini saya mendapat kesempatan menjadi salah satu peserta Pelatihan Nasional Pers
Mahasiswa (Pena Persma) yang diadakan oleh LPM Dinamika IAIN SU. Pena Persma adalah
salah satu event Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) bagi
Pers Mahasiswa Se-Indonesia yang sudah mengikuti PJTD. PJTLN ini mengangkat
tema “Jurnalisme Bencana”.
Pelatihan
ini diikuti 33 peserta dari beberapa lembaga pers kampus se-Indonesia. Ada Mutia, Mila dan Lia dari LPM SA Umuslim; Iwan
dari Detak Unsyiah; Abrori dari Activita STAIN Pamekasan; Alfi dan Rizka dari
PIJAR USU; Apri, Mega dan Rizky dari PILAR FE Unila; Armi dan Vian dari Identitas
UNHAS; Ediman dari BOM ITM; Faris dan Fitri dari Teknokra Unila; Khadijah dan
Wici dari Ganto UNP; Juki dari Wartadinus Udinus Semarang; Michel dan Adrizal
dari Genta Andalas; Nanda dari Teropong UMSU; Iput, Weny, Louayy, dan Lisma
Rani dari Dinamika UIN SU; Eka dari Persma Kreatif Unimed; serta Non LPM ada
Irwan dan Isral dari APEPEBE.
Perjuangan untuk sampai di sana pun luar biasa, mulai dari melengkapi berkas-berkas, ilmu, akomodasi dan transportasi. Kami melewati proses diskusi yang panjang untuk memutuskan delegasi untuk acara ini. Setelah diskusi yang alot, akhirnya Dewan Pembina memutuskan tiga anggota untuk mewakili Lembaga Pers Mahasiswa Suara Almuslim (LPM SA). Tiga Dewi, itulah nama angkatan ke-IV dari LPM SA yang sudah berumur 6 tahun di bulan Mei 2014 lalu. (Baca: Tiga Delegasi Wakili Suara Almuslim di Pena Persma Dinamika)
Setelah
keputusan itu, kami pun dibingungkan dengan biasa akomodasi dan transportasi.
Alhamdulillah, bantuan datang di hari kedua sebelum keberangkatan dari
rektorat. Dewan Pembina pun sangat membantu dalam membekali ilmu kepada kami
bertiga. Terima kasih Kakanda Muhajir Juli, Mutia Dewi, Murni, Eka Rinika,
Suhaina, Fajrizal, dan rekan-rekan setia LPM SA.
---
Rabu,
16 Oktober 2014, Mutia dan saya memutuskan berangkat pagi, sedangkan Mila akan
berangkat malam mengingat ada beberapa kegiatan keluarga yang harus
diselesaikannya. Perjalanan dari Bireuen- Medan membutuhkan waktu ± 8 jam yang
cukup melelahkan. Kami sampai jam 6 sore dengan dijemput panitia yang ramah,
Dhanu dan Bella kalau tidak salah. Hari itu Medan diselimuti awan hitam, kami
pun dipaksa hujan untuk berteduh sejenak di pinggiran toko. Hujan saja begitu
ramah menyapa kedatangan kami di malam itu. Terima kasih Dhanu dan Bella -kalau
tidak salah- yang sudah mau bermain hujan dengan kami.
Rupanya
sekretariat Dinamika IAIN SU sudah dipenuhi para peserta dari LPM lain yang
lebih dahulu tiba dibanding kami. Setelah berbincang sejenak dan makan malam,
kami pun rehat dan bersemangat mengikuti PJTLN ini selama 4 hari ke depan.
---
“Anda
dekat dengan Neraka, kalau infonya tidak Subjektif. Dekat dengan syurga jika
berita anda benar dan bermanfaat”, sebuah quote
yang saya tangkap ketika pembukaan.
Hari
pertama pembukaan Pena Persma kami disuguhkan tarian Tor-tor oleh tim tari
Dinamika di Aula. Sebuah persembahan budaya yang apik dari Medan. Kemudian
dilanjutkan dengan peringatan hari jadi LPM Dinamika dan pengumuman lomba Pekan
Kreatifitas.
Selamat Milad Dinamika!
Paradigma kami bahwa hanya
orang-orang yang memiliki bakat menggambar yang bisa membuat karikatur menjadi
berubah. Lewat pemateri Bang Said Alwi (Ilustrator Harian Analisa), beliau
mengemas antara teori dan praktik dengan sangat Apik.
“Buat gambar sesuai visi media. Gambarkan
ciri-ciri khusus dan tambah tulisan menggelitik yang menggugah perhatian publik,”
papar Bang Alwi dalam sesi workshop Karikatur.
Materi selanjutnya pun tak kalah
menarik, yaitu “Teknik Foto Bencana”. Irsan Mulyadi (Fotografer Antara) ini
menegaskan, “No Selfie di area
bencana. Masyarakat sedang dalam musibah. Hormati korban! Area bencana bukan
tempat wisata”.
Penulis
dan Fotografer buku ‘Sinabung Bangun dari Tidur Panjang’, Bang Irsan
menambahkan untuk selalu mematuhi komando dalam proses peliputan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Fotografer harus menggunakan pakaian
standar, tidak baik menggunakan benda berharga, dan tidak melewati lokasi aman
pengambilan gambar. Untuk pengambilan foto di lokasi pengungsian, dekati
terlebih dahulu para warga. Sekedar sapa untuk meminta izin.
“Foto
bagus dihasilkan karena insting kita untuk pengambilannya bagus. Sedangkan
kamera hanya untuk membantu”, jelas Bang Irsan di akhir materi.
Sore harinya, kami berbenah menuju
ke Penginapan Orange City, Berastagi. Perjalanan memakan waktu ± 3 jam ke
lokasi penginapan. Dinginnya Berastagi menembus kulit. Untung saja panitia
sudah mengingatkan jauh-jauh hari dalam mempersiapkan kebutuhan survive di kondisi dingin Berastagi.
Tak jauh berbeda di Medan, Kami disambut
gerimis pagi di Berastagi (17/10/2014). Usai Sarapan dan menyeruput teh hangat,
kami lanjut mengikuti pelatihan dengan materi BPBD dan Vulkanologi. Dalam
materi ini kami mendiskusikan tentang Tipe-tipe gunung dan aktivitas Gunung
Sinabung khususnya.
Setelah break sejenak untuk shalat Jum’at bagi kaum Adam, Kami lanjut
membahas teknis ‘Cepat Tanggap Bencana’ dengan M. Harizal. Beliau menjelaskan
jurnalis di area bencana harus observasi atau searching terlebih dahulu.
“Sebelum ke area, jurnalis harus
mengetahui karakteristik masyarakat setempat dan alamnya. Posko-posko penting
juga wajib diketahui,” Begitu saran beliau kepada kami, Pers Mahasiswa.
Jurnalis di area bencana harus
mempersiapkan banyak hal, yaitu:
1.
Kesiapan fisik dan mental
2.
Perlengkapan pribadi: pakaian, obat-obatan, dll
3.
Perlengkapan peralatan: kamera, Tripod
4.
Pengetahuan tentang evakuasi/ P3K
Moment
adalah saat paling berharga bagi jurnalis karena itu jurnalis harus benar-benar
memperhatikan moment. Kecepatan dan Ketepatan sangat dibutuhkan.
Dalam
peliputan di TV, 5 W + 1 H tidak perlu terlalu lengkap. Namun, media cetak
perlu. Dalam karya jurnalistik bencana, jurnalis harus mengingatkan hal-hal
penting kepada masyarakat, biasanya berita di akhiri dengan peringatan akan
bahaya.
Untung
melepas penat, panitia mengajak bermain games usai Magrib. Games yang cukup
membuat kami bergerak di cuaca dingin malam di Berastagi.
Malam harinya, (17/10/2014),
merupakan sesi sharing LPM
masing-masing peserta mengenai LPM secara umum, AD/ART, sistem keuangan,
program/produk, kendala dan prestasi.
Sesi ini bagus karena membuka wawasan kita tentang perjalanan LPM di
Indonesia dan bagaimana membangun LPM kita masing-masing lebih baik usai
kegiatan ini.
---
Pagi kedua di Orange City (
18/10/2014), Panitia dengan semangat membangunkan peserta di subuh hari. Untuk
cewek, ada Amel. Amel setiap pagi bahkan sepanjang hari dengan sabar dan
tabahnya mengingatkan kami tentang schedule kegiatan. Terima kasih Amel.
Berbeda dengan hari sebelumnya, Hari
ini peserta Pena Persma dan panitia bisa senam pagi bersama karena cuaca cukup
cerah. Senam Kreasi Sumatera Utara dengan lagunya “Anak Medan”. Lagu yang
semangat anak muda sekali. Para Jurnalis muda pun semakin bersemangat untuk
terjun lapangan hari ini.
Materi ke IV hari sabtu ini
merupakan Standard Operational Procedure (SOP) oleh Bambang F. Wibowo. Materi
ini membuat kita lebih siaga dalam menjaga diri saat peliputan. Yang paling
penting di SOP adalah Komunikasi dan Koordinasi. Kami diajarkan membuat
koordinasi menggunakan No. HP. Dimana semua peserta akan selalu terhubung
meskipun dalam kondisi darurat.
Ingat ! No News Worth Your Life ! (Tidak Ada Berita yang nilainya sama
dengan harga nyawa mu).
Usai semua materi “Jurnalisme
Bencana”, kami pun ditugaskan untuk langsung ke Spot Liputan, tepatnya desa
Gurukinayan, Karo - salah satu desa yang berjarak cukup dekat dengan gunung
Sinabung – tanpa melewati area aman. Untuk mencapai desanya ini kami menempuh
perjalanan lagi selam ± 1 jam. Kami dibagi kedalam dua kelompok dengan durasi
waktu reportase 30 menit.
Sejak meletusnya gunung Sinabung
pada Agustus 2014, desa Gurukinayan yang
dulunya bak permadani hijau telah diredupkan abu vulkanik. Bunga-bunga berkerut
dan bersembunyi di balik butiran abu. Debu-debu bertebaran siap mengusik
pernapasan siapapun di sekitarnya. Begitu yang dikenang Pak Regar, salah satu
penduduk setempat yang saya wawancarai.
Usai reportase lapangan, kami menuju
ke posko pengungsian, tepatnya di Universitas Karo (UK). Tempat pengungsian ini
merupakan bangunan Universitas Karo yang tidak difungsikan lagi. Kemudian panitia
menyerahkan bantuan kepada para pengungsi di posko ini.
Dalam perjalanan pulang ke
penginapan, kami menuju pagoda emas dan kebun stroberry. Sayangnya, kami tidak
masuk ke bangunan Pagodanya. Tidak masalah, minimal peserta Pena Persma sudah
say hello ke Pagoda ini.
Tiba di penginapan, usai shalat
maghrib, kami lanjut menulis hasil reportase lapangan dalam bentuk Feature. Para peserta sibuk dengan laptop
masing. Khusyuknya luar biasa. sesekali terdengar celoteh Amel menyemangati
kami menyelesaikan Feature untuk para
peserta cewek.
Usai pengumpulan Feature, dilanjutkan dengan Penampilan
kebudayaan daerah masing-masing. Kami membagi grup penampilan berdasarkan
provinsi masing-masing. Detak dan SA di grup Aceh; Genta dan Ganto di grup
Padang; Dinamika, Pijar, Kreatif,
Teropong, BOM, dan APEPEBE di
grup Medan; Activita dari Jawa Timur; Pilar dan Teknokra di grup Lampung;
Wartadinus dari Semarang; Identitas dari Sulawesi Selatan. Acara yang tak kalah
seru kegiatan Pemutaran Video dan Pena Persma Award ditemani Api Unggun.
Minggu, 19 Oktober 2014 adalah hari
yang paling ditunggu-tunggu yaitu Field
Trip. Di Hari Ini juga kami packing
dari Berastagi untuk kembali ke Medan. Field
Trip pertama dimulai dari Tongging. Tongging merupakan wilayah utara Danau
Toba. Untuk mencapai Tongging kita harus menuruni jalanan perbukitan hijau.
Field
trip yang tidak kalah menarik adalah air terjun Sipiso-piso. Sipiso-piso
merupakan salah satu air terjun tertinggi di Indonesia setelah Sigura-gura dan
dua air terjun lainnya. Air
terjun Sipiso-piso letaknya tak berjauhan dari Desa Tongging. Untuk melihat
langsung air terjun yang fenomenal ini, kita ditantang untuk
menaklukan ratusan anak tangga yang menuju Air terjun Sipiso-piso.
Dengan selesainya Field trip maka selesai sudah agenda
pelatihan Pena Persma, kami kembali ke Medan. Kami dari LPM Suara Almuslim
memutuskan segera kembali ke Bireuen malam itu juga. Hal ini mengingat agenda
LPM SA dan tugas kuliah yang harus segera diselesaikan.
Terima kasih Panitia, Kru LPM Dinamika,
dan Peserta Pena Persma.
Salam
PersMa! Horas Medan! Majua-jua! ^^
Saleum
dari Aceh,
Nurmulya Safitri (Lia)
LPM
SA
0 komentar:
Posting Komentar