Senin, 02 Februari 2015



Kali ini, ingin saya tuliskan sepenggal pengalaman indah di memori saya. Saya tidak ingin pengalaman saya ini hanya ada dipikiran dan foto-foto saja. Jika dituliskan, sebuah tulisan akan menjadi lebih abadi karena khasanah tulis menulis itu kekal.
Salam Pers Mahasiswa!
Salam ini selalu berhasil membuat darahku terasa mengalir lebih hangat. Semua anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) se-Indonesia pasti merasakan hal yang sama. Kali ini saya mendapat kesempatan menjadi salah satu peserta Pelatihan Nasional Pers Mahasiswa (Pena Persma) yang diadakan oleh LPM Dinamika IAIN SU. Pena Persma adalah salah satu event Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) bagi Pers Mahasiswa Se-Indonesia yang sudah mengikuti PJTD. PJTLN ini mengangkat tema “Jurnalisme Bencana”. 
Pelatihan ini diikuti 33 peserta dari beberapa lembaga pers kampus se-Indonesia. Ada  Mutia, Mila dan Lia dari LPM SA Umuslim; Iwan dari Detak Unsyiah; Abrori dari Activita STAIN Pamekasan; Alfi dan Rizka dari PIJAR USU; Apri, Mega dan Rizky dari PILAR FE Unila; Armi dan Vian dari Identitas UNHAS; Ediman dari BOM ITM; Faris dan Fitri dari Teknokra Unila; Khadijah dan Wici dari Ganto UNP; Juki dari Wartadinus Udinus Semarang; Michel dan Adrizal dari Genta Andalas; Nanda dari Teropong UMSU; Iput, Weny, Louayy, dan Lisma Rani dari Dinamika UIN SU; Eka dari Persma Kreatif Unimed; serta Non LPM ada Irwan dan Isral dari APEPEBE.

Perjuangan untuk sampai di sana pun luar biasa, mulai dari melengkapi berkas-berkas, ilmu, akomodasi dan transportasi. Kami melewati proses diskusi yang panjang untuk memutuskan delegasi untuk acara ini. Setelah diskusi yang alot, akhirnya Dewan Pembina memutuskan tiga anggota untuk mewakili Lembaga Pers Mahasiswa Suara Almuslim (LPM SA). Tiga Dewi, itulah nama angkatan ke-IV dari LPM SA yang sudah berumur 6 tahun di bulan Mei 2014 lalu. (Baca: Tiga Delegasi Wakili Suara Almuslim di Pena Persma Dinamika)

Setelah keputusan itu, kami pun dibingungkan dengan biasa akomodasi dan transportasi. Alhamdulillah, bantuan datang di hari kedua sebelum keberangkatan dari rektorat. Dewan Pembina pun sangat membantu dalam membekali ilmu kepada kami bertiga. Terima kasih Kakanda Muhajir Juli, Mutia Dewi, Murni, Eka Rinika, Suhaina, Fajrizal, dan rekan-rekan setia LPM SA.
---
Rabu, 16 Oktober 2014, Mutia dan saya memutuskan berangkat pagi, sedangkan Mila akan berangkat malam mengingat ada beberapa kegiatan keluarga yang harus diselesaikannya. Perjalanan dari Bireuen- Medan membutuhkan waktu ± 8 jam yang cukup melelahkan. Kami sampai jam 6 sore dengan dijemput panitia yang ramah, Dhanu dan Bella kalau tidak salah. Hari itu Medan diselimuti awan hitam, kami pun dipaksa hujan untuk berteduh sejenak di pinggiran toko. Hujan saja begitu ramah menyapa kedatangan kami di malam itu. Terima kasih Dhanu dan Bella -kalau tidak salah- yang sudah mau bermain hujan dengan kami.
Rupanya sekretariat Dinamika IAIN SU sudah dipenuhi para peserta dari LPM lain yang lebih dahulu tiba dibanding kami. Setelah berbincang sejenak dan makan malam, kami pun rehat dan bersemangat mengikuti PJTLN ini selama 4 hari ke depan.
---
“Anda dekat dengan Neraka, kalau infonya tidak Subjektif. Dekat dengan syurga jika berita anda benar dan bermanfaat”, sebuah quote yang saya tangkap ketika pembukaan.
Hari pertama pembukaan Pena Persma kami disuguhkan tarian Tor-tor oleh tim tari Dinamika di Aula. Sebuah persembahan budaya yang apik dari Medan. Kemudian dilanjutkan dengan peringatan hari jadi LPM Dinamika dan pengumuman lomba Pekan Kreatifitas.
 Selamat Milad Dinamika!
            Paradigma kami bahwa hanya orang-orang yang memiliki bakat menggambar yang bisa membuat karikatur menjadi berubah. Lewat pemateri Bang Said Alwi (Ilustrator Harian Analisa), beliau mengemas antara teori dan praktik dengan sangat Apik.
            “Buat gambar sesuai visi media. Gambarkan ciri-ciri khusus dan tambah tulisan menggelitik yang menggugah perhatian publik,” papar Bang Alwi dalam sesi workshop Karikatur.
            Materi selanjutnya pun tak kalah menarik, yaitu “Teknik Foto Bencana”. Irsan Mulyadi (Fotografer Antara) ini menegaskan, “No Selfie di area bencana. Masyarakat sedang dalam musibah. Hormati korban! Area bencana bukan tempat wisata”.
Penulis dan Fotografer buku ‘Sinabung Bangun dari Tidur Panjang’, Bang Irsan menambahkan untuk selalu mematuhi komando dalam proses peliputan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Fotografer harus menggunakan pakaian standar, tidak baik menggunakan benda berharga, dan tidak melewati lokasi aman pengambilan gambar. Untuk pengambilan foto di lokasi pengungsian, dekati terlebih dahulu para warga. Sekedar sapa untuk meminta izin.
“Foto bagus dihasilkan karena insting kita untuk pengambilannya bagus. Sedangkan kamera hanya untuk membantu”, jelas Bang Irsan di akhir materi.
---
            Sore harinya, kami berbenah menuju ke Penginapan Orange City, Berastagi. Perjalanan memakan waktu ± 3 jam ke lokasi penginapan. Dinginnya Berastagi menembus kulit. Untung saja panitia sudah mengingatkan jauh-jauh hari dalam mempersiapkan kebutuhan survive di kondisi dingin Berastagi.
            Tak jauh berbeda di Medan, Kami disambut gerimis pagi di Berastagi (17/10/2014). Usai Sarapan dan menyeruput teh hangat, kami lanjut mengikuti pelatihan dengan materi BPBD dan Vulkanologi. Dalam materi ini kami mendiskusikan tentang Tipe-tipe gunung dan aktivitas Gunung Sinabung khususnya.
            Setelah break sejenak untuk shalat Jum’at bagi kaum Adam, Kami lanjut membahas teknis ‘Cepat Tanggap Bencana’ dengan M. Harizal. Beliau menjelaskan jurnalis di area bencana harus observasi atau searching terlebih dahulu.
            “Sebelum ke area, jurnalis harus mengetahui karakteristik masyarakat setempat dan alamnya. Posko-posko penting juga wajib diketahui,” Begitu saran beliau kepada kami, Pers Mahasiswa.
            Jurnalis di area bencana harus mempersiapkan banyak hal, yaitu:
1.     Kesiapan fisik dan mental
2.     Perlengkapan pribadi: pakaian, obat-obatan, dll
3.     Perlengkapan peralatan: kamera, Tripod
4.     Pengetahuan tentang evakuasi/ P3K

Moment adalah saat paling berharga bagi jurnalis karena itu jurnalis harus benar-benar memperhatikan moment. Kecepatan dan Ketepatan sangat dibutuhkan.
Dalam peliputan di TV, 5 W + 1 H tidak perlu terlalu lengkap. Namun, media cetak perlu. Dalam karya jurnalistik bencana, jurnalis harus mengingatkan hal-hal penting kepada masyarakat, biasanya berita di akhiri dengan peringatan akan bahaya.
Untung melepas penat, panitia mengajak bermain games usai Magrib. Games yang cukup membuat kami bergerak di cuaca dingin malam di Berastagi.
            Malam harinya, (17/10/2014), merupakan sesi sharing LPM masing-masing peserta mengenai LPM secara umum, AD/ART, sistem keuangan, program/produk, kendala dan prestasi.  Sesi ini bagus karena membuka wawasan kita tentang perjalanan LPM di Indonesia dan bagaimana membangun LPM kita masing-masing lebih baik usai kegiatan ini.
---
            Pagi kedua di Orange City ( 18/10/2014), Panitia dengan semangat membangunkan peserta di subuh hari. Untuk cewek, ada Amel. Amel setiap pagi bahkan sepanjang hari dengan sabar dan tabahnya mengingatkan kami tentang schedule kegiatan. Terima kasih Amel.
            Berbeda dengan hari sebelumnya, Hari ini peserta Pena Persma dan panitia bisa senam pagi bersama karena cuaca cukup cerah. Senam Kreasi Sumatera Utara dengan lagunya “Anak Medan”. Lagu yang semangat anak muda sekali. Para Jurnalis muda pun semakin bersemangat untuk terjun lapangan hari ini.
            Materi ke IV hari sabtu ini merupakan Standard Operational Procedure (SOP) oleh Bambang F. Wibowo. Materi ini membuat kita lebih siaga dalam menjaga diri saat peliputan. Yang paling penting di SOP adalah Komunikasi dan Koordinasi. Kami diajarkan membuat koordinasi menggunakan No. HP. Dimana semua peserta akan selalu terhubung meskipun dalam kondisi darurat.
            Ingat ! No News Worth Your Life ! (Tidak Ada Berita yang nilainya sama dengan harga nyawa mu).
            Usai semua materi “Jurnalisme Bencana”, kami pun ditugaskan untuk langsung ke Spot Liputan, tepatnya desa Gurukinayan, Karo - salah satu desa yang berjarak cukup dekat dengan gunung Sinabung – tanpa melewati area aman. Untuk mencapai desanya ini kami menempuh perjalanan lagi selam ± 1 jam. Kami dibagi kedalam dua kelompok dengan durasi waktu reportase 30 menit.

           Sejak meletusnya gunung Sinabung pada Agustus 2014,  desa Gurukinayan yang dulunya bak permadani hijau telah diredupkan abu vulkanik. Bunga-bunga berkerut dan bersembunyi di balik butiran abu. Debu-debu bertebaran siap mengusik pernapasan siapapun di sekitarnya. Begitu yang dikenang Pak Regar, salah satu penduduk setempat yang saya wawancarai.
            Usai reportase lapangan, kami menuju ke posko pengungsian, tepatnya di Universitas Karo (UK). Tempat pengungsian ini merupakan bangunan Universitas Karo yang tidak difungsikan lagi. Kemudian panitia menyerahkan bantuan kepada para pengungsi di posko ini.
            Dalam perjalanan pulang ke penginapan, kami menuju pagoda emas dan kebun stroberry. Sayangnya, kami tidak masuk ke bangunan Pagodanya. Tidak masalah, minimal peserta Pena Persma sudah say hello ke Pagoda ini.
            Tiba di penginapan, usai shalat maghrib, kami lanjut menulis hasil reportase lapangan dalam bentuk Feature. Para peserta sibuk dengan laptop masing. Khusyuknya luar biasa. sesekali terdengar celoteh Amel menyemangati kami menyelesaikan Feature untuk para peserta cewek.
            Usai pengumpulan Feature, dilanjutkan dengan Penampilan kebudayaan daerah masing-masing. Kami membagi grup penampilan berdasarkan provinsi masing-masing. Detak dan SA di grup Aceh; Genta dan Ganto di grup Padang; Dinamika, Pijar, Kreatif,  Teropong, BOM, dan  APEPEBE di grup Medan; Activita dari Jawa Timur; Pilar dan Teknokra di grup Lampung; Wartadinus dari Semarang; Identitas dari Sulawesi Selatan. Acara yang tak kalah seru kegiatan Pemutaran Video dan Pena Persma Award ditemani Api Unggun.


            Minggu, 19 Oktober 2014 adalah hari yang paling ditunggu-tunggu yaitu Field Trip. Di Hari Ini juga kami packing dari Berastagi untuk kembali ke Medan. Field Trip pertama dimulai dari Tongging. Tongging merupakan wilayah utara Danau Toba. Untuk mencapai Tongging kita harus menuruni jalanan perbukitan hijau. 
           Field trip yang tidak kalah menarik adalah air terjun Sipiso-piso. Sipiso-piso merupakan salah satu air terjun tertinggi di Indonesia setelah Sigura-gura dan dua air terjun lainnya. Air terjun Sipiso-piso letaknya tak berjauhan dari Desa Tongging. Untuk melihat langsung air terjun yang fenomenal ini, kita ditantang untuk menaklukan ratusan anak tangga yang menuju Air terjun Sipiso-piso.
            Dengan selesainya Field trip maka selesai sudah agenda pelatihan Pena Persma, kami kembali ke Medan. Kami dari LPM Suara Almuslim memutuskan segera kembali ke Bireuen malam itu juga. Hal ini mengingat agenda LPM SA dan tugas kuliah yang harus segera diselesaikan.
            Terima kasih Panitia, Kru LPM Dinamika, dan Peserta Pena Persma.
Salam PersMa! Horas Medan! Majua-jua! ^^
Saleum dari Aceh,
LPM SA

Tagged: , ,

0 komentar:

Posting Komentar